Di umur yang sudah menginjak angka 22 ini, menurut saya umur di mana
saya sedang bimbang menentukan masa depan seperti apa yang akan saya jalani.
Bukan berarti saya tidak tau arah masa depan saya kemana, tetapi saya bingung
antara mewujudkan mimpi atau mempunyai istri, setelah punya penghasilan sendiri
tentunya.
Soalnya, saat saya masih berkutat dengan tugas-tugas kuliah saya,
teman-teman seangkatan sewaktu saya sekolah dan kuliah ada beberapa diantara
mereka yang sudah menikah. Kalau saya tidak salah hitung, sudah ada 4 orang
yang berkeluarga. Sedikit memang, tetapi cukup menggoyahkan saya.
Menikah itu menurut saya adalah hal yang sangat sakral dan punya
tanggung jawab yang berat untuk diemban, apalagi jika kalian yang membaca
tulisan ini adalah seorang laki-laki. Karena tanggungan kita bertambah saat
menikah, bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan sendiri, namun juga kebutuhan
istri. Apalagi jika belum punya penghasilan tetap, bisa berantakan. Orang tua
mana yang mau menikahkan anaknya dengan seseorang yang menghidupi dirinya
sendiri saja belum bisa? Pasti tidak ada.
Saya tidak mau gegabah mengambil keputusan untuk menikah. Saya takut
menikah muda adalah langkah yang salah bagi saya. Bisa saja menikah untuk
menghalalkan nafsu yang terpendam selama ini. Jika saya menikah atas dasar hal
itu, maka itu adalah langkah yang salah. Konsep menikah bukan seperti itu kalau
menurut saya. Menikah karena saya dan pasangan terlanjur melakukan hubungan
terlarang dan akhirnya hamil sebelum menikah juga langkah yang salah, meskipun
langkah itu harus diambil jika tidak ingin dicap sebagai lelaki yang tidak
bertanggung jawab.
Namun jika menikah karena saya dan pasangan siap lahir dan bathin untuk
menjalaninya bersama dan menyadari resiko yang kami ambil, itu adalah langkah
berani. Karena menikah bukan hanya kebahagiaan saja yang dihadapi, akan ada
masa-masa di mana hal kecil saja bisa membuat kita dan pasangan bertengkar.
Jangankan saat menikah, di masa pacaran saja sudah kita temui masalah yang
berawal dari hal sepele. Kita harus sadari dan siap akan hal itu.
Menikah bukan hanya berbagi pelukan dan canda tawa bersama, akan tetapi
lebih dari itu. Kita berbagi semuanya. Membagi waktu, peran, pikiran, masalah,
bahkan jiwa kita, semuanya untuk pasangan kita. Karena kita tinggal bersama
dengan pasangan kita, sehidup semati, bukan lagi pacaran yang hanya bertemu
seminggu 3 atau 4 kali. Bukan lagi sekadar bertemu, makan malam bersama,
menonton film di bioskop lalu ketika pulang hanya bisa saling pandang karena
masih belum bisa tinggal bersama. Memang, sih ada yang baru pacaran sudah
tinggal bersama, namun budaya kita bukan seperti itu.