Kemaren ada kerjaan buat nulis artikel seputar parenting. Yah, walaupun gue masih belum jadi orang tua, ada baiknya gue cari-cari duluan sebelum jadi orang tua beneran, ya kan? Ada banyak banget info yang gue dapet. Salah satunya adalah tentang produk bedak bayi yang bisa menyebabkan kanker ovarium.
Selama ini kita jarang banget merhatiin jenis bedak bayi yang bagus dan aman, karna ngerasa semua produk bayi itu udah pasti dibuat untuk keamanan buat mereka. Ternyata masih ada aja produsen nakal yang bikin prduk buat bayi jadi ga sehat.
Dalam artikel yang gue baca, penulisnya lumayan dalam ngebahas tentang produk yang satu ini. Mulai dari awal mula korban makai produk itu pertama kali, sampai akhirnya ketahuan mengidap kanker sekitar 20-30 tahun kemudian. Korban mencoba menuntut produk tersebut ke pengadilan dan memenangkan gugatannya. Tapi tetap aja produk tersebut ga kena sanksi yang setimpal.
Padahal dari hasil persidangan udah jelas kalo produk tersebut harus mencantumkan peringatan kesehatan di kemasannya agar konsumen dan membaca dengan jelas. Produk tersebut, melalui perwakilan ahli kesehatan yang mereka pekerjakan, menyangkal jika produk merekalah penyebab kematian si korban.
Sebelum pengadilan memutuskan memenangkan gugatan korban, sudah ada penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli kesehatan terhadap produk ini. Mereka make sekitar 2000 lebih sampel perempuan yang dibagi jadi 2 kategori. Yang make produk ini dan yang ga make. Hasilnya yang make produk itu paparan baha kimia pemicu kanker ovarium lebih banyak daripada yang ga make.
Namun, menurut perwakilan dari produk tersebut, penelitian tersebut banyak variable yang ga dimasukin. Jadi ga bisa dijadikan sebagai hasil penelitian yang valid. Sehingga mereka bisa menyangkal (lagi) keterlibatan produk mereka sebagai pemicu kanker pada sampel penelitian tadi.
Untungnya (kalo bisa dibilang begitu), kejadian ini adanya di luar negeri, Amerika Serikat lebih tepatnya. Bangsa sana berani banget nuntut produk yang bikin konsumennya dirugikan. Di Indonesia? Yaelah boro-boro begitu.
Tapi meskipun kejadiannya di luar negeri sana, bukan berarti di Indonesia ga bakalan kejadian. Soalnya, produk itu juga dipasarkan di sini.
Akhirnya kita yang jadi konsumen pun bingung. Di luar sana pengadilan udah mengatakan kalo produk itu berbahaya namun tetap bisa digunakan dengan pemakaian yang disesuaikan. Tapi di sini, BPOM justru belum ngeluarin pernyataan apapun tentang produk itu.
FYI, peristiwa ini kejadian di tahun 2014. Penderitanya meninggal di tahun 2015. Padahal, 44 tahun sebelum kematian korban tersebut, seorang peneliti di Inggris udah ngasih tau kalo ada bahan kimia pemicu kanker di dalam produk tersebut. Peneliti tersebut bernama W.J. Henderson, menemukan ada partikel talk dalam tumor ovarium yang diangkat.
Si korban jelas ga tau ada penelitian itu, tapi produsen produk itu udah tau. Tapi seolah ga peduli. Fakta yang gue sebutin ga semua bisa dishare di sini, tapi kalian bisa cari lebih lanjut di google tem pembahasan di tulisan ini.
Semoga dengan ngebaca artikel ini, kita jadi lebih waspada sama suatu produk. Ga termakan janji manis iklan-iklan yang ditonton di televisi.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar yang sesuai dengan isi dari tulisan ini. Hargai dengan tidak berkomentar sekadar hanya untuk menaruh link blog anda. Terimakasih. Buat yang terindikasi spammer, akan langsung saya hapus dan report spam.