Sejak belajar dari SD, kalo Indonesia itu cuman mengalami 2 musim. Hanya ada musim kemarau (kering/panas) dan juga musim hujan (basah/dingin). Hal ini dikarenakan Indonesia berada di wilayah khatulistiwa. Jadi ga ada tuh namanya musim semi, musim gugur apalagi musim dingin.
Tapi beberapa tahun terakhir ini, seingat gue, Indonesia ketambahan 1 musim lagi. Jadwalnya selalu tetap, biasanya di bulan Juni/Juli. Kenapa ini gue bilang "musim"? Ya karena hampir semua wilayah Indonesia terdampak akibatnya, bahkan sampai ke negara tetangga juga saking parahnya.
Nama musimnya "Musim Kebakaran". Musim dimana sebagian besar penyebabnya adalah karena ulah manusia. Faktanya dilansir dari Earth Eclipse , 90% kebakaran hutan disebabkan oleh ulah manusia. Artinya "hanya" 10% kebakaran hutan yang disebabkan oleh alam.
5 tahun ke belakang, sudah terjadi total lebih dari 3 juta ha hutan terbakar. Pada 2016 hutan seluas 438ribu ha terbakar. Tahun 2017 terjadi penurunan yang cukup signifikan, "hanya" 165ribu ha hutan yang terbakar. Namun pada 2018, meningkat menjadi 529ribu ha hutan yang terbakar di Indonesia. Pada 2019 terjadi kebakaran hutan yang paling parah yang pernah gue alami. Seluas 1,6 juta ha hutan terbakar di Indonesia.
Di tahun ini juga, membuat aktivitas masyarakat menjadi terganggu karena asap kebakaran yang cukup tebal. Bahkan saking parahnya kebakaran yang terjadi, asapnya bisa "nyebrang" ke negara tetangga Malaysia dan Singapura. Bikin malu 1 negara, cuman gara-gara ulah perusahaan-perusahaan yang kepengen cari cuan buat kepentingan mereka.
Memang sih, pada akhirnya negara menjatuhkan hukuman kepada perusahaan yang terduga melakukan aksi pembakaran hutan ini. Tapi menurut gue, sanksi denda begini doang sih ga akan bikin efek jera buat perusahaan. Kalo kata gue, hukumannya masih kurang nampol.
Ketika ikut gathering online dari #EcoBloggerSquad beberapa hari yang lalu, dikasih tau kalo usaha pemerintah untuk memberikan efek jera kepada perusahaan yang "nakal" sama hutannya, adalah dengan memberikan label "eco friendly" kepada perusahaan yang mematuhi aturan. Jadi perusahaan yang sudah terbukti melanggar hukum, tidak akan bisa memberikan label ini kepada produk mereka.
Cukup bagus namun jujur aja gue juga kurang perhatiin adanya label ini. Mungkin harus ada sosialisasi yang lebih masif untuk bikin masyarakat jadi lebih memperhatikan hal ini. Karena tentu saja kalo produk bikinan perusahaan yang terbukti membakar hutan ini ga dibeli, tentu akan berdampak pada bisnis mereka secara keseluruhan.
Bank Dunia bilang dampak kabut asap pada tahun 2019 di Indonesia dan negara tetangga ini 900ribu orang mengidap penyakit pernapasan. Selain dari itu, kerugian yang terhitung berjumlah $5,2 miliar atau Rp. 74 triliun. Itu gede banget kalo dipake untuk ngebangun infratstuktur seluruh wilayah Indonesia, lho!
Meskipun di tahun 2020 luas hutan yang terbakar "hanya" 296ribu ha, namun gue yakin dampaknya sama atau lebih besar daripada tahun sebelumnya. Faktor lain yang bikin kebakaran hutan menurun drastis di tahun ini juga karena semua orang berusaha survive dari virus Covid yang baru masuk ke Indonesia. Jadi ga kepikiran bakar-bakarin hutan dulu.
Di tahun 2022 dan seterusnya, setelah negara ini berhasil mengatasi Covid, gue cukup yakin angkanya bisa naik lagi. Kenapa begitu? Karena aktivitas udah kembali normal dan perekonomian udah mulai bangkit lagi. Terlebih lagi, orang-orang lagi butuh-butuhnya duit apa aja bisa dilakukan sama mereka.
Gue sih berharapnya keyakinan gue ini salah ya. Gue ga mau ada lagi kebakaran hutan di Indonesia. Udah capek kita semua ini berjuang bertarung menghadapi virus kampret itu. Masa kita harus bertarung sama asap tiap tahun si? Yang bener aja!
Gue ga mau lagi ada yang namanya "musim kebakaran hutan". Udah cukup ada 2 musim kemarau sama hujan aja. Kalo mau nambah juga, kasihlah musim cuan, musim laku keras, gitu-gitu lah!!
Kebakaran hutan ini cuman bisa dicegah kalo ada kerja sama penuh antara pemerintah, korporasi dan juga masyarakat. Kalo salah satunya ga mau kerjasama, kebakaran hutan akan terus ada. Lama-lama, saking seringnya bakarin hutan, Indonesia udah ga punya hutan lagi. Akhirnya, yang tadinya hanya bisa dicegah sekarang sudah punah. Membuat hutan baru itu lebih susah daripada menjaga yang sudah ada. Ga setaun-dua taun jadi.
Kalo ga pengen jaga hutan buat anak/cucu di masa depan,yaudah gapapa. Minimal jaga hutan untuk diri sendiri aja, udah! Kalo sampe kayak gitu aja masih ga mau jaga juga, barti emang lu orangnya ga punya sense of belonging sama sekali dengan lingkungan lu.
Plis banget jangan sampai ngehalu doang jadinya. Ngeri gue ngebayanginnya kalo Indonesia udah ga punya hutan lagi.
Kalo lu tertarik sama hutan dan sumber daya alam Indonesia lainnya, coba Follow deh @auriga_id untuk tau info terbaru tentang sumber daya alam Indonesia dan lingkungan.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar yang sesuai dengan isi dari tulisan ini. Hargai dengan tidak berkomentar sekadar hanya untuk menaruh link blog anda. Terimakasih. Buat yang terindikasi spammer, akan langsung saya hapus dan report spam.